Sudah merupakan kebiasaan di tengah masyarakat kita bahwa bila pejabat ataupun anggota dewan yang berdiam di suatu daerah, maka sedikit banyak masyarakat setempat akan kebagian kemakmuran. Misalnya bila di daerah itu ada rumah pejabat atau anggota dewan, maka jalan di sekitar itu akan diaspal bahkan aspal hoTmix. Hebatnya lagi di pinngir jalan yang diaspal hotmix itu anggota dewan baru saja memasang pondasi rumah, persis seperti pengaspalan jalan di suatu daerah di Rokan Hulu yang hanya sampai kampung mertua pejabat di Riau, setelah lewat kampung itu jalan buruk kembali.
Walaupun rumah anggota dewan ini berada di gang kecil yang buntu, sebagai strategi supaya dapat diaspal, maka nama gang itu diubah menjadi jalan dan tak lama kemudian gang itupun diaspal hotmix padahal jalan yang lebih besar di sebelahnya masih bedenggel dan betembel.
Keuntungan lain bagi masyarakat , ya di bulan ramadanlah, maka baik musala ataupun mesjid di daerah itu akan dikunjungi Tim Safari Ramadan baik dari Pemko ataupun Pemprov. Kalaupun nak disebut KKN, jadilah dapat jugalah masyarakat “menumpang tuah“. Kalau tak ada pejabat atau anggota dewan yang berdiam di situ, ya kepunanlah.
Memang sejak sistem pemilu langsung memilih orang ini banyak anggota dewan yang proaktif, rajin mengunjungi masyarakat, terutama daerah pemilihannya. Satu sisi kita bersyukur mendapat wakil yang tanggap dan perhatian, tapi disisi lain sekarang ini keadaan yang memaksa mereka memang harus begitu. Bila mereka masih seperti zaman orde baru yang D5, alamat pada pemilu berikutnya tak dipilih orang. Kenyataan membuktikan berapa banyak caleg dan cawako/cabup in cumbent yang kalah pada pemilihan berikutnya karena menurut pertimbangan masyarakat tak dapat nak menumpang tuah. Antara janji waktu kampanye dengan kenyataan waktu menjabat tak sejalan alias lain di bibir lain di hati. Memang susah untuk membedakan antara yang memang tanggap dan perhatian dengan yang berudang di balik batu.
Bagaimanapula bila di suatu daerah berdomisili perusahaan besar? Tak usahkan nak menumpang tuah, yang selama ini menjadi tempat bergantungpun menjadi licin tandas. Semua kita tahu bahwa di Riau, pada saat bercokol dua perusahaan kayu besar berskala internasional dan ratusan perusahaan perkebunan, perusahaan pertambangan dan perusahaan hantu belau lainnya. Sebagaimana diharapkan oleh banyak pihak idealnya keberadaan perusahaan ini membuat kehidupan masyarakat di sekitarnya menjadi semakin baik. Namun kenyataannya di Riau menjadi semakin membuat masyarakat sengsara, sebagaimana yang dialami masyarakat masyarakat Sakai yang berdiam di sekitar pipa PT Chevron selama ini ya begitu-begitu sajalah. Bahkan cenderung makin susah, karena lahan perkebunan, lahan perburuan guna untuk mendapatkan sesuap nasi, menjadi semakin sempit.
Bahkan akhir-akhir ini keberadaan perusahaan ini di Riau bukan saja menyengsarakan masyarakat, tapi mulai sudah memandang sebelah mata pemerintah daerah dimana mereka berdomisili. Dulu Gubernur Riau Imam Munandar pernah dilarang Security PT Chevron yang ketika itu masih bernama Caltex melewati jalan perusahaan. Beberapa bulan yang lalu Pemkab Meranti tidak diindahkan oleh PT Kondur. Yang paling ironis arogansi perusahaan ini terjadi Kabupaten Pelalawan, dimana mobil Dalmas Satpol PP Kabupaten Pelalawan dihadang oleh sekuriti PT RAPP saat melintas di portal gerbang Pos Town Site II. Padahal jelas Perda Nomor 58 tahun 2002 tentang Ketertiban Umum, yang pada pasal 3 dibunyikan pemasangan portal harus seizin kepala daerah. Ketika Kepala Satpol PP Pelalawan memanggil manajemen perusahaan sekali lagi mereka arogan dan tidak mau datang. Pada panggilan kedua barulah mereka mengirim utusan, itupun pada level bawah yang kesannya juga masih arogan. Apa jawab pihak PT RAPP? Dengan enteng mereka menjawab tidak tahu tentang Perda Nomor 58 Tahun 2002 tersebut. Lalu apa guna perangkat perusahaan yang membidangi hal-hal seperti ini. Jangan-jangan mereka sudah tahu, tetapi karena arogansi tadi berpura-pura tidak tahu.
Lalu apa pula tindak lanjutnya? Ya seperti biasalah sang utusan perusahaan ini berbasa-basi sambil menyampaikan permohonan maaf kepada Satpol PP dan Pemerintah Kabupaten Pelalawan. Sambil merendahkan diri dikatakanlah bahwa ini akibat kesalahan komunikasi di internal perusahaan dan tidak ada faktor kesengajaan menghadang mobil pemerintah melintasi di areal perumahan karyawan perusahaan. Selanjutnya pihak PT RAPP berjanji tidak akan mengulang kesalahan dan tidak akan menghalangi pemerintah yang menjalankan tugas kedinasan.
Sekarang mari pula kita melihat sepak terjang dan polah tingkah PT IKPP. Seperti yang dilansir surat kabar “Warga sandera staf Arara 12 Jam. Dipicu kabar empat warga ditahan Polres“. Apa kata surat kabar selanjutnya, “Nasrun, Humas PT Arara Abadi Distrik Nilo (anak perusahaan PT IKPP) dan Jorge keamanan perusahaan itu disandera warga sebagai aksi kepedulian terhadap empat warga desa yang ditahan di Mapolres Pelalawan, Jumat (9/9) pagi. Keempat warga, Sumardi, Nurak, Suwandak dan Mbagol dijeblos ke tahanan atas tuduhan perambahan lahan milik Arara Abadi”.
Lalu timbul pertanyaan apakah betul keempat warga tersebut telah merambah lahan milik PT Arara Abadi? Marilah kita simak pernyataan Kapolres Pelalawan AKBP Ari Rahman Nafarin, “Kita tidak menahan keempatnya, melainkan mengamankan untuk dimintai keterangan atas tuduhan perusahaan. Setelah kita periksa mereka tidak terbukti bersalah, dan tidak terlibat tindak pidana penyerobotan lahan. Makanya kita pulangkan kembali ke masyarakat”. Masih kata Ari, “Keempat warga itu memiliki bukti surat tanah dari Ketua Ulayat dan begitu juga PT AA mengaku memiliki surat dari Menteri Kehutanan, kalau lahan yang digarap warga masuk dalam peta konservasi mereka. Hingga sekarang kondisi desa telah kembali aman dan tidak ada gangguan yang berarti akibat kejadian itu. Polisi menunggu pembuktian surat yang benar atas keduanya, kemudian mengambil tindakan hukum “.
Di Dusun Sekopa Desa Melibur Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis terjadi pula sengketa antara warga setempat dengan PT Arara Abadi. Di sini arogansi PT Arara Abadi sebagai anak perusahaan PT IKPP mulai kelihatan. Sekuriti perusahaan melakukan tindakan premanisme, brutal dan main hakim sendiri. Sebagaimana dilansir Riau Pos, “Warga tidak bisa menerima serangkaian aksi perusakan yang dilakukan oleh oknum security PT Arara Abadi terhadap tanaman sawit, kem serta peralatan kerja mereka di atas areal garapan warga di kawasan setempat. Aksi perusakan ini dilaporkan Ketua Kelompok Tani Melibur, Rustam ke Polsek Pinggir“.
Kalau di Kabupaten Pelalawan masyarakat yang dilaporkan PT Arara Abadi ke kepolisian langsung ditanggapi polisi dengan memeriksa empat masyarakat, namun laporan Kelompok Tani di Dusun Sekopa tidak ditanngapi demikian. Sekuriti PT Arara Abadi tidak dipanggil, apalagi sampai diperiksa sehari semalam sebagaimana dialami masyarakat di Pelalawan. Sekali lagi saya mengingatkan agar masyarakat Dusun Sekopa tidak main hakim sendiri sebagaimana dilakukan sekuriti PT Arara Abadi. Mari kita yang memberi contoh pada perusahaan yang katanya menjunjung tinggi HAM dan hukum ini.
Lain lagi cerita PT Arara Abadi yang belum menepati janji memberi lahan seluas 460 hektare kepada masyarakat setempat yang sama dengan 10 persen dari total luas areal konsesi di Desa Kesuma Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan. Padahal janji ini telah disampaikan di depan Komisi B DPRD Pelalawan. Kalau dah begini biasanya perusahaan menganut filsafat USDEK (Untuk Saya Dahulu Engkau Kemudian), dimana 90 persen untuk mereka yang lebih penting , 10 persen untuk masyarakat tunggulah kucing betanduk. Ingatlah takkan dapat nak menumpang tuah dengan perusahaan do……sekali lagi kepunanlah.***
dikutip dari : Riaupos.co.id
30 Oktober 2011 - 07.06 WIB
0 Comments:
Posting Komentar